Minggu, 30 November 2008

The Power Of SEDEKAH

Pada pagi yang biasanya mendung itu, Istriku berucap perlahan seolah takut membuatku marah. “Pak, antar ke pasar yuk, sudah habis persediaan di rumah, Ibu masih ada sedikit uang, biar Allah saja yang mencukupkan”

Akhir-akhir ini memang aku sangat sensitif karena sedang tidak memiliki pekerjaan dan penghasilan, sudah enam bulan dan entah sampai kapan. Sepanjang-jalan ke pasar kami tidak banyak berbicara. Istriku cukup memahami situasi kegalauanku sehingga tidak banyak bertanya. Bagaimana tidak galau 10 hari lagi adalah waktunya hutang-hutang pinjaman usaha ke Bank harus kami cicil kembali untuk pembayaran bulan ini dan luar biasa rekening bank sampai bisa bernilai nol karena dipotong pembayaran atomatis. Sementara pembayaran hasil usaha belum dibayar, sudah terlambat tujuh bulan dan entah kapan serta bagaimana terealisasinya. “Ya Allah lindungilah aku dan keluargaku dari tekanan hutang piutang” do’aku dalam hati.


Seperti biasa di pasar kelompok basah tidak ada barang palsu, semua asli ciptaan Allah. Sayur, daging, ikan pasti sulit cari yang palsu, aduuh rasanya harus bersyukur masih mudah merasakan keaslian ciptaanNya.

Tiada terasa sampailah ke pedagang beras dan Istriku berujar:”Pak, uang kita tidak cukup membeli beras, masih terlalu mahal, mudah-mudahan beras di rumah cukup untuk beberapa hari ke depan, kita pulang saja, cukup untuk hari ini”


Tertegun dan sedih dalam hati “Ya Allah sampailah saatnya aku tidak sanggup membeli beras, percuma menggerutu hasil operasi pasar, mudahkanlah kami ya Allah”

Seminggu setelah itu, usai sholat Subuh, aku teringat adik pengojeg yang memiliki 2 tanggungan sementara menanggung pula adik iparnya beserta 1 anak yatim masih harus membagi dua hasil ojegnya setiap hari dengan tetangganya. Terlintas pula tetangga tukang bangunan yang sedang tidak memiliki pekerjaan sementara Istrinya menjadi pembantu rumah tangga harian dengan 4 tanggungan anak. Mereka pasti lebih sulit dari aku.

Menjelang waktu Dhuha, Istriku menelepon bank, mudah-mudahan sudah ada pembayaran, ternyata belum…dug seperti dipukul palu untuk kesekian kalinya. Istriku menangis karena merasa terdesak, kami hanya dapat melakukan Dhuha dan Istikharah saat itu. Setelah selesai tiba-tiba aku teringat bahwa masih ada jalan untuk membeli beras dibanding pengojeg dan tukang bangunan itu, dengan meminjam kembali ke Bank. Diawali sholat mutlak, kupanjatkan pada Allah bahwa aku tidak mau menganiaya diri sendiri dengan menambah hutang, aku punya sedikit keleluasaan berhutang, bila kubelikan 3 karung beras dan 2 karung ku sedekahkan pada pengojeg dan tukang bangunan untuk memudahkan mereka, ku harap hanya Allah saja yang memudahkan seluruh urusanku apapun bentuknya.

Hari itu kami berhutang kembali, tidak lebih, hanya untuk 3 karung beras dengan niat 2 karung sedekah ikhlas karena Allah SWT. Sepulang dari pasar kami langsung ke rumah tetangga tukang bangunan, kami serahkan 1 karung saat Istrinya masih bekerja. Hanya ada 1 rasa saat itu, lega berbuat sesuatu yang diperlukan orang lain, mudah-mudahan mendatangkan kebaikan bagi semua.


Keesokan malamnya dalam hujan setelah menempuh 1,5jam perjalanan, datang adik beserta istrinya yang ternyata sedang hamil 7 bulan untuk mengambil beras. Selama ini mereka menerima raskin 5Kg/Bln/Jiwa, kembali hanya ada 1 rasa saat itu, lega berbuat sesuatu yang diperlukan orang lain, mudah-mudahan mendatangkan kebaikan bagi semua.


Hari ini adalah saatnya pembayaran cicilan pinjaman bank, Ya Allah Alhamdulillah dalam rekening sudah ada pembayaran hasil pekerjaan dan kami tidak perlu mencicil tapi karena ijin Allah dapat dilunasi semua. Kalau dibandingkan secara matematis maka beras sedekah itu dibayar kontan oleh Allah sebesar 300 kali lipat.


“Siapakah yg mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya lah km dikembalkan

Tidak ada komentar: