Sabtu, 20 Desember 2008

OBAT-OBAT SALURAN NAFAS YANG AMAN

Asma dan rinitis adalah 2 penyakit gangguan pernafasan yang sering terjadi pada wanita hamil dan bersifat kronik. Walaupun rinitis itu sendiri tidak menimbulkan gangguan pada ibu dan janin tapi berhubungan dengan menurunnya kualitas hidup pasien. Penanganan Asthma pada saat kehamilan berubah dan asma akan semakin memburuk dan akan mengakibatkan ganguan kesehatan pada ibu hamil dan perkembangan janin. Typically, gejala asthma seperti eksaserbasi muncul pada awal trisemester ketiga (minggu 24–36), tetapi kejadian akan menurun dan gejala akhir akan menjadi buruk pada saat persalinan.
Indeks Keamanan Obat Pada Kehamilan
Suatu pedoman berdasarkan kategori US FDA mengenai kemananan pemberian obat pada kehamilan. Indeks keamanan kehamilan juga mencakup kategori keamanan kehamilan yang spesifik menurut cara pemberian obat ( route of administration / ROA ). Namun demikian, tidak semua obat memiliki kategori kehamilan yang spesifik menurut ROA. Hinga saat ini, informasi yang spesifik menurut ROA tidak tercantum dalam monogrofi produk ( Bagian Informasi Produk ). Produk yang tidak memiliki kategori kehamilan ditandai dengan symbol ( ♀ ) pada monografi produk. Kebanyakan preparat topical tidak memiliki kategori kehamilan karena absorbs sistemik dari obat ini dinilai minimal, kecuali jika digunakan oada area tubuh yang luas, terus- menerus atau dalam jangka lama.

Definisi faktor resiko
Kategori keamanan obat pada kehamilan ini digunakan oleh US FDA. Kategori ini tidak mengimplikasikan adanya peningkatan resiko mulai dari A sampai X. obat dikategorikan berdasarkan resiko terjadinya efek samping teradap system reproduksi dan perkembangan, serta besarnya factor resiko dibandingkan dengan besarnya manfaat terapeutik. Obat dengan kategori D, X, dan C, mungkin memiliki factor resiko ya ng sama besar, tetapi berbeda dalam hal perbandingan besar resiko dan manfaat terapeutik.

a. Kategori A
terkontrol pada wanita tidak memperlihatkan adanya resiko terhadap janin pada kehamilan trisemester 1 ( dan tidak ada bukti mengenai resiko pada trisemester berikutnya ), dan sangat kecil kemungkinan obat ini dapat membahayakan janin.

b. Kategori B
Studi terhadap binatang percobaan tidak memperlihatkan adanya resiko terhadap janin tetapi belum ada studi terkontrol yang diperoleh pada ibu hamil. Atau study terhadap reproduksi binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping ( selain penurunan fertilitas ) yang tidak didapati pada studi terkontrol pada wanita hamil trisemester 1 ( dan ditemukan bukti adanya resiko pada kehamilan trisemester berikutnya ).

c. Kategori C
Study pada binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping terhadap janin ( teratogenik atau embiosidal ), dan study terkontrol pada wanita dan binatang percobaan tidak tersedia atau tidak dapat dilakukan. Obat yang termasuk kategori ini hanya boleh diberikan jika besarnya manfaat terapeutik melebihi besarnya resiko yang terjadi pada janin.

d. Kategori D
Terdapat bukti adanya resiko pada janin ( manusia ), tetapi manfaat terapeutik yang diharapkan mungkin melebihi besarnya resiko ( misalnya jika obat perlu digunakan untuk mengatasi kondisi ynag mengancam jiwa atau penyakit serius bilamana obat yang ebih aman tidak dapat digunakan atau tidak efektif ).

e. Kategori X
Study pada manusia atau binatang percobaan memperlihatkan adanya abnormalitas pada janin, atau terdapat bukti adanya resiko pada janin. Dan besarnya resiko jika obat ini digunakan pada ibu hamil jelas melebihi manfaat terapeutiknya. Obat yang termasuk dalam kategori ini dikontraindikasikan pada wanita yang sedang atau memiliki kemungkinan hamil.

RHINITIS ALERGI
Rhinitis alergi adalah inflamasi pada membran mukosa nasal yang disebabkan oleh penghiruoan senyawa alergenik yang kemudian memicu respon imunologi spesisfik. Terapi yang diberikan adalah antihistamin, dekongestan, kortikosteroid nasal, sodium kromolin, ipratropium bromida, imunoterapi.
Untuk bermacam-macam penyebab rhinitis seperti allergic, vasomotor, disebabkan oleh obat, dan bacterial sinusitis, yang terjadi pada sekitar 20% wanita hamil.
Rhinitis vasomotor pada wanita hamil adalah suatu kondisi yang unik karena terjadinya peningkatan aliran darah pada nasal turbinates. Kondisi ini mencapai puncaknya pada konsis trisemester kedua dan umumnya terjadi lagi dengan waktu yang singkat setelah melahirkan. Seperti asma, terapi pilihan utama dari rinitis adalah menghindari terjadinya eksaserbasi, alergen, asap rokok atau bau yang tajam. Terapi dengan irigasi saline nasal pada hidung dapat menolong. Kadang-kadang digunakan decongestants nasal, seperti oxymetazoline, penggunaannya diwaspadai, tetapi frekuensinya harus diperhatikan pada penggunaan berulang. Cromolyn nasal spray dipertimbangkan sebagai terapi pilihan pertama pada pengobatan rhinitis kronik. Antihistamines juga dapat digunakan selama kehamilan. Chlorpheniramine dan tripelenamine mempunyai riwayat yang aman pada kehamilan, tetapi antihistamines nonsedasi seperti loratadine atau cetirizine juga dapat dipertimbangkan digunakan jika obat-obat yang sebelumnya tidak efektif. Pseudoephedrine dapat digunakan sebagai decongestant, walaupun dapat mengakibatkan kelainan gastrointestinal pada bayi, kejadian ini jarang terjadi. Nasal corticosteroids dapat dipertimbangkan penggunaannya pada wanita hamil yang tidak memberikan efek terapi dengan menggunakan terapi yang lain. Seperti penanganan asma, budesonide danbeclomethasone nasal sprays direkomendasikan sebagai pilihan pertama karena telah dilakukan penelitian klinik pada wanita hamil. Jika wanita hamil menerima immunoterpi sebelum kehamilan akan tetap dilanjutkan penggunaannya.
Pada pasien wanita hamil pengobatan rhinitis yang sejauh ini paling aman adalah kromolin secara intaranasal. Antihistamin klorfeniramin juga dapat dipilih karena terbukti cukup aman pada kehamilan (kategoro B pada kehamilan). Antihistamin yang lebih baru yang termasuk kedalam kategori B dalam kehamilan adalah Loratadin dan setrizin, sedangkan Feksofenadin masuk kategori C. Semua kortikosteroid nasal masuk kategori C, namun diantara semua kortikosteroid obat pilihan untuk pasien hamil adalah beklometason dipropionat, karena telah memiliki riwayat keamanan penggunaan yang cukup panjang pada kehamilan. Sedangkan dekongestan oral sebaiknya dihindari pada trisemester pertama kehamilan karena ada risiko efek gastrochisis pada bayi yang dilahirkan. Imunoterapi sebaiknya tidak dimulai selama kehamilan. Pilihan-pilihan terapinya adalah Topical: glucocorticoids, cromolyn, decongestants, xylometazoline, oxymetazoline, naphazoline, phenylephrine; Systemic: diphenhydramine, dimenhydrinate, tripelennamine, astemizole.

ASTHMA
Menurut National Asthma Education And Prevention Program (NAEPP), pada national institute of health (NIH) America, asthma (dalam hal ini asma bronkial) didefinisikan sebagai penyakit inflamasi kronik pada paru, yang dikarakterisir oleh :
1) Obstruksi saluran nafas yang bersifat ireversibel, baik secara spontan maupun dengan pengobatan
2) Inflamasi jalan nafas
3) Peningkatan respon jalan nafas terhadap berbagai rangsangan (hiperrespon sensitifitas)
Asma pada wanita hamil terjadi peningkatan risiko kematian perinatal, preeklamsia, lahir prematur, dan kurangnya berat badan bayi saat dilahirkan. Terjadinya severe asma semakin meningkatkan risiko, oleh karena itu sangat diperlukan perhatian khusus pada pasian asma hamil untuk menurunkan terjadinya risiko tersebut.
Tujuan terapi asma untuk wanita hamil adalah :
1) Melahirkan bayi sehat
2) Fungsi pernafasan normal atau mendekati normal
3) Meniadakan efeksamping dari pengobatan
4) Mengkontrol gejala-gejala tanpa mengganggu tidur malam
5) Mampu melanjutkan kativitas-aktivitas normal
6) Mampu berolahraga ringan
7) Menghindari terjadinya eksaserbasi akut, Yang sangat diperhatikan adalah menghindari terjadinya eksaserbasi asma. Menurunkan terkena paparan alergen dan iritasi , seperti menghindari asap rokok, yang terpenting adalah terapi farmakologik.
Penatalaksanaan pencegahan asma pada kehamilan mirip dengan penatalaksanaan pada wanita yang tidak hamil. Salah satu obat yang cukup aman untuk kehamilan adalah inhalasi beklomethason dipropionat karena efek sampingnya relatif kecil jika dibandingkan dengan penggunaan kortikosteroid oral. Inhalasi sodium kromoglikat atau nedokromil juga cukup aman untuk kehamilan.
The American College of Allergy, Asthma, and Immunology and the American College of Obstetrics and Gynecology published guidelines for the medical management of asthma during pregnancyin 2000. Terapi Anti-inflammatory untuk wanita hamil dibutuhkan tambahan penggunaan terapi anti-inflammatory yang menjadi regimen, inhalasi cromolyn direkomendasikan karena toksisitasnya rendah dan extensive clinical experience. Untuk asthma tidak responsive dengan cromolyn, inhalasi budesonide or beclomethasone direkomendasikan untuk terapinya karena sudah dilakukan penelitian klinis pada obat-obat ini. Untuk wanita yang menggunkan inhalasi corticosteroids yang sudah efektif dan sudah digunakan sebelum hamil, terapi utamanya dilanjutkan dengan terapi yang tepat. Obat pilihannya adalah inhalasi β-agonists (seperti terbutaline, metaproterenol, dan albuterol), yang terbukti aman untuk wanita hamil. Theophylline oral yang telah digunakan sejak lama dan dapat dipertimbangkan dengan memberikan terapi tambahan corticosteroids untuk asma moderate atau severe persistent asthma, atau terapi alternatif yang lain seperti inhalasi long-acting β-agonist salmeterol dapat menjadi pilihan. Antagonis Leukotriene dilanjutkan penggunaannya pada wanita hamil jika keadaan memaksa sebagai terapi utama untuk mengontrol asmanya, tetapi terapi ini tidak dipertimbangkan sebagai pilihan untuk pasien yang tidak menggunakan obat ini sebagai pilihan utama sebelum kehamilan . corticosteroids oral sebagai terapi esensial untuk mengobati asma severe, akut dan mempertimbangkan keamanan
Pada serangan asma, the sociaty of hospital pharmacist of australia (SHPA) merekomendasikan penggunaan salbutamol, terbutalin, isoprenalin, adrenalin, efedrine, atau orciprenalin yang masuk dalam kategori A pada “Australian Medicines In Pregnancy”, yang berarti dinyatakan cukup aman untuk wanita hamil. Walaupun beberapa obat simpatomimetik seperti diatas juga dapat digunakan untuk menginduksi kelahiran, tapi tidak berefek jika diberikan dalam bentuk inhalasi.
Penggunaan steroid oral seperti prednisolon pada dosis 20-50 mg sehari selama 4-7 hari juga cukup aman. Pada saat menjelang kehamilan, bagi ibu yang menggunakan steroid secara teratur selama hamil, dapat digunakan hidrokortisone secara intramuskuler atau intravena, pada dosis sekitar 100 mg setiap 8 jam selama 24 jam, untuk memastikan kecukupan steroid eksogen selama kelahiran.
Theofilin sebaiknya tidak diberikan pada ibu hamil karena memiliki efek-efek stimulan sistem saraf pusat. Telah diketahui bahwa penggunaan theofilin pada kehamilan trisemester akhir dapat menyebabkan kegelisahan dan iritabilitas, dan bahkan takikardi pada jani, terutama pada bayi yang lahir prematur atau berat lahir rendah.

Tidak ada komentar: